Seni Mengkritik: Ngomong Pedas Tapi Gak Bikin Musuhan

Daftar Isi

Cara berkritik tapi gak bikin musuhan

 Di zaman digital kayak sekarang, kritik itu kayak makanan sehari-hari. Semua orang bisa ngkritik siapa aja, kapan aja, di mana aja.

Gak suka film? Bisa langsung kasih bintang satu di review. Gak puas sama layanan? Langsung komplain di Twitter, mention brand-nya.

Tapi masalahnya, gak semua orang ngerti cara ngkritik yang benar.

Kritik: Jujur atau Nyari Ribut?

Ada yang kritiknya cuma pake perasaan, gak pake data. Ada yang niatnya bener, tapi caranya bikin orang yang dikritik jadi defensif dan malah makin ngotot.

Ada juga yang sebenernya cuma nyari perhatian doang, bukan beneran peduli.

Padahal, kritik itu bisa jadi alat yang powerful banget kalau lo tau cara pakenya. Sun Tzu bilang, “Menang tanpa bertempur adalah kemenangan terbaik. "Dalam dunia kritik, bisa bikin orang dengerin tanpa bikin mereka marah adalah skill yang underrated.

Gimana caranya? Gas, kita bahas.

Lo Mau Kritik Buat Apa?

Sebelum lo nulis komentar pedas atau thread panjang di Twitter, tanya dulu ke diri sendiri: "Tujuan gue kritik ini apa?"

Kalau lo beneran pengen bikin perubahan, lo harus milih cara yang bikin orang yang lo kritik tertarik buat denger.

Kalau lo cuma mau ngelampiasin emosi, ya siap-siap aja dibilang "bocil ngamuk." Kalau lo cuma mau nyari engagement, ya jangan baper kalau dikritik balik.

Banyak kritik gagal bukan karena salah, tapi karena gak punya tujuan yang jelas. Jadinya, bukannya bikin perubahan, malah bikin ribut doang.

Kritik Itu Bukan Benci

Salah satu kesalahan terbesar dalam ngasih atau nerima kritik adalah menganggap kritik itu sama dengan kebencian.

Padahal, kritik itu sering kali justru tanda kepedulian. Orang tua ngkritik anaknya bukan karena benci, tapi karena mereka pengen anaknya berkembang.

Guru ngkritik muridnya biar dia gak ngulang kesalahan. Netizen ngkritik pemerintah karena mereka pengen negara ini lebih baik (meskipun kadang caranya bikin pusing).

Kalau lo gampang baper tiap kali dikritik, lo gak bakal bisa berkembang. Sebaliknya, kalau lo kritik seseorang dan langsung dibilang "haters," itu tanda mereka gak siap buat nerima masukan. Jangan jadi dua-duanya.

Gak Semua Kritik Harus Diumbar ke Publik

Gue paham, nge-post keluhan di media sosial itu rasanya satisfying banget. Tapi... gak semua kritik harus diumbar ke publik.

Kalau lo punya temen yang sering telat, ngomong langsung ke dia jauh lebih efektif daripada nyindir di Instagram Story.

Kalau lo gak suka kebijakan kantor, coba diskusi dulu sama atasan sebelum bikin post "curhat" di LinkedIn. Kalau lo punya masalah sama pasangan, ya ngobrol berdua, bukan lempar kode di Twitter pake lagu Taylor Swift.

Kritik di ruang publik itu ada tempatnya, tapi lo harus tahu kapan dan kenapa lo harus melakukannya. Kalau cuma buat nyari validasi dan likes, ya siap-siap aja dicap drama queen.

Kritik Tanpa Data = Omong Kosong

Kalau lo mau ngkritik sesuatu, pastikan lo punya data, bukti, dan argumen yang jelas.

Gak ada yang lebih ngeselin daripada orang yang kritik cuma pake asumsi. Lo gak suka kebijakan pemerintah? Jangan cuma bilang "gak becus!"—kasih data kenapa itu bermasalah dan gimana solusinya.

Lo mau ngkritik influencer? Pastikan lo ngerti konteksnya biar gak malu sendiri kalau ternyata lo salah paham. Lo ngerasa suatu brand jelek? Buktiin pake pengalaman nyata atau riset, bukan sekadar ikut-ikutan netizen.

Kalau kritik lo punya dasar yang kuat, lo gak cuma bikin argumen lo lebih kredibel, tapi juga bikin orang yang lo kritik lebih sulit buat ngeles.

Jangan Nyerang Orangnya, Bahas Masalahnya

Banyak orang gagal dalam mengkritik karena mereka lebih sibuk nyerang orangnya daripada nyerang masalahnya.

Misalnya, kalau lo gak suka kebijakan seseorang, bahas kebijakannya, bukan langsung bilang, "Orangnya tolol!" Kalau lo gak suka konten seorang influencer, bahas apa yang lo gak setuju, bukan malah nyerang fisik atau kehidupan pribadinya.

Kalau lo pake kritik yang menyerang personal, orang yang lo kritik bakal lebih fokus buat marah ke lo daripada mikirin kritik lo. Jadi kalau mau kritik lo efektif, bahas substansinya, bukan sekadar ngejek.

Pilih Nada yang Tepat

Nada dalam mengkritik itu penting. Lo bisa punya argumen paling cerdas di dunia, tapi kalau cara lo nyampeinnya bikin orang tersinggung, ya tetep aja gak bakal didengerin.

Kalau lo mau ngkritik pemerintah, nada yang lebih tegas dan formal bisa lebih didengar. Kalau lo mau ngkritik temen, lo bisa pake pendekatan yang lebih santai biar dia gak defensif.

Kalau lo mau ngkritik orang yang keras kepala, mungkin pendekatan humor bakal lebih efektif.

Ingat, orang lebih cenderung dengerin kritik yang disampaikan dengan cara yang enak.

Siap Dikritik Balik

Kalau lo berani ngkritik sesuatu, lo juga harus siap dikritik balik. Jangan cuma bisa ngegas, tapi kabur pas orang lain ngebales argumen lo.

Siap kalau ada yang gak setuju. Siap kalau lo dikasih perspektif lain yang bikin lo mikir ulang. Siap buat mempertahankan argumen lo, atau mengaku salah kalau ternyata lo keliru.

Yang penting, jangan jadi orang yang ngegas doang tapi gak mau dengerin balik.

Kesimpulan: Kritik Itu Skill, Bukan Cuma Nyinyir

Kritik yang baik itu kritik yang tajam, berbasis fakta, dan punya tujuan jelas. Kritik bukan berarti nyari ribut, tapi juga bukan berarti lo harus ngerem pendapat lo sendiri karena takut nyakitin orang lain.

Kalau lo bisa ngkritik dengan cara yang bikin orang dengerin tanpa bikin mereka marah, lo udah menang tanpa perlu perang.

Jadi sekarang pertanyaannya: Lo udah siap buat ngkritik dengan lebih cerdas?

Posting Komentar